BATU ‘MACAN’ – Mahal & Cantik
Batu
Mulia Bacan yang merupakan varian dari Chrysocolla. Dan kata ‘Chrysocolla’ berasal dari Bahasa Yunani, terdiri dari dua suku kata,
yaitu; Chryso (Emas) dan Colla (Lem). Pada zaman Romawi dulu, para tukang emas menggunakan
perekat yang terbuat dari mineral chrysocolla disebut santerna, untuk
mengelas/menyambung/menempelkan keping-keping emas. Theophratus lah (315 SM),
seorang filsuf sekaligus ahli botani Yunani yang pertama kali memperkenalkan
istilah Chrysocolla, dan digunakan hingga sekarang.
Batu
Mulia yang merupakan varian dari Chrysocolla
adalah batu mulia yang berasal dari salah satu pulau di
wilayah Halmahera Selatan, Maluku Utara yaitu Pulau Kasiruta. Sejatinya batu
ini telah tersohor hingga mancanegara bukan hanya pada saat sekarang-sekarang ini,
melainkan sudah sejak abad pertengahan, disaat kepulauan Nusantara masih
terpecah dalam kerajaan-kerajaan kecil, menjadi pusat rempah-rempah dunia. Batu
ini telah melambungkan nama wilayah asalnya ke mancanegara. Penduduk di kawasan
empat kerajaan Maluku (Ternate, Tidore, Jailolo, dan Bacan) sudah sejak lama memanfaatkan
keindahan batu yang berasal dari daerah mereka itu sebagai bahan perhiasan.
Chrysocolla yang
murni sangat lembut dan rapuh dengan kadar kekerasan sekitar 2.5 – 3.5 skala
Mohs dan tidak cocok untuk permata faceted atau cabochons. Namun Chrysocolla
yang menyatu dengan chalcedony memiliki kekerasan yang tinggi yaitu sekitar 7
skala Mohs dan dalam dunia perdagangan batu internasional sering disebut “Gem
Silica” atau “Chrysocolla Chalcedony”. Dan batu Bacan berkualitas yang telah
mengalami proses silisifikasi bisa mencapai tingkat kekerasan 7 pada skala Mohs
seperti Batu Zamrud dan melebihi tingkat kekerasan Batu Giok. Penambangan Batu Bacan
tidak mudah, dibutuhkan kedalaman penggalian hingga lebih dari 10 meter, untuk
mencari urat-urat galur batu Bacan. Deposit terbesar batu Bacan ada di desa
Doko dan Dea Palamea di pulau Kasiruta, selain di desa Imbu Imbu dan Desa
Besori.
Nama
Bacan sendiri dinisbatkan pada nama sebuah pulau dan sebuah kerajaan di Maluku
Utara. Nama pulau penghasil batu bacan sendiri adalah Pulau Kasiruta. Akan
tetapi, penisbahan nama Bacan diawali dari tempat pertama kali batu itu
diperdagangkan, yaitu Pulau Bacan yang tidak seberapa jauh jaraknya dari Pulau
Kasiruta.
Keunikan
batu ini adalah kemampuannya memperbaiki diri. Sehingga Batu Bacan dianggap
‘batu hidup’ karena kemampuannya berproses menjadi lebih indah secara alami. Contohnya
adalah Batu Bacan yang semula berwarna hitam secara bertahap berubah menjadi
hijau. Berprosesnya Bacan tidak sampai disitu. Berikutnya berlanjut dengan
proses ‘pembersihan’ sehingga menjadi hijau bening (Kristal) seperti air. Pemilik
Batu Bacan biasanya akan terus mengenakan dan melakukan treatment-treatment
kecil untuk mempercepat proses perubahan warnanya tersebut.
Seperti
dilansir indonesia.travel, keunikan batu bacan tidak hanya pada kemampuannya ‘hidup’
- berubah secara alami. Namun, beberapa jenis batu bacan memiliki kemampuan
menyerap senyawa lain dari bahan yang melekatinya. Contoh; sebutir Batu Bacan
(Doko) Hijau yang dilekatkan dengan tali pengikat berbahan emas mampu
menyerap bahan emas tersebut sehingga bagian dalam batunya muncul bintik-bintik
emas.
Kalung
bermata batu bacan (teks/foto: indonesia.travel)
Kemampuan
berubah warna secara alami dan mencerap bahan melekatinya itulah yang membuat
pecinta batu mulia di luar negeri dari China, Arab, dan Eropa tercengang dan
kagum terhadapnya. Dengan berbagai keistimewaan dan keunggulan itulah banyak
pecinta batu mulia dari luar negeri memburunya sejak tahun 1994. Sementara di
Indonesia sendiri batu ini baru popular sejak 2005, dimana sekarang harganya kini
sudah sangat mahal dan tidak logis bagi orang awam.
Batu Bacan diketahui telah menjadi perhiasan hampir setiap warga di Maluku Utara sejak masa empat Kesultanan (Ternate, Tidore, Jailolo, dan Bacan), baik itu oleh
pria maupun wanita. Bahkan, batu bacan terbaik menjadi penghias mahkota para Sultan yang masih ada hingga saat ini seperti pada mahkota Kesultanan Ternate.
Batu Bacan sering dijadikan hadiah bagi para tamu yang mengunjungi pulau-pulau di
Maluku. Saat Presiden Soekarno pada tahun 1960 berkunjung ke Pulau Bacan, beliau dihadiahi
oleh warga disana berupa batu bacan. Konon presiden SBY juga menghadiahi cincin batu Bacan kepada Presiden
Amerika Serikat Barrack Obama, saat beliau berkunjung
ke Indonesia.
Jika
mengunjungi Ternate, Tidore, Jailolo, atau Pulau Bacan, pastikan Anda mendapatkan
batu Bacan untuk cenderamata. Memang diperlukan kecermatan dalam memilih Bacan.
Atau mintalah saran orang yang memahami batu Bacan terkait keasliannya. Hindari
membeli batu Bacan ‘mati’ atau Bacan
‘sakit’ yang dijadikan Liontin atau mata cincin, karena terkadang batu tersebut
tidak akan mengalami proses apa-apa lagi.
Batu
Bacan yang beredar di pasar, kita kenal memiliki dua jenis, yakni:
1. Batu
Bacan Doko;
Nama Doko diambil dari nama sebuah desa di Kepulauan Kasiruta, tempat batu ini pertama kali ditemukan. Batu Bacan Doko memiliki warna yang khas yaitu Dark Green (Hijau Tua).
2. Batu Bacan Palamea;
Palamea juga diambilkan dari nama desa di pulau yang sama. Bacan Palamea memiliki kekhasan tersendiri, berwarna hijau muda kebiruan.
Nama Doko diambil dari nama sebuah desa di Kepulauan Kasiruta, tempat batu ini pertama kali ditemukan. Batu Bacan Doko memiliki warna yang khas yaitu Dark Green (Hijau Tua).
2. Batu Bacan Palamea;
Palamea juga diambilkan dari nama desa di pulau yang sama. Bacan Palamea memiliki kekhasan tersendiri, berwarna hijau muda kebiruan.
Warna
identik batu Bacan adalah Hijau, namun sebenarnya batu Bacan memiliki ragam
warna lain seperti kuning tua, kuning muda, merah, putih bening, putih susu,
coklat kemerahan, keunguan, coklat, bahkan juga beragam warna lainnya hingga 9
macam.
Semoga bermanfaat....
Source: Dari berbagai sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar